Selasa, 09 Juli 2013

WAYAN (JENGKI) SUNARTA


WAYAN SUNARTA alias Jengki, lahir di Denpasar, Bali, 22 Juni 1975. Belajar Antropologi Budaya di Fakultas Sastra Universitas Udayana. Sempat belajar seni lukis di ISI Denpasar. Mulai suka menulis puisi sejak awal 1990-an. Kemudian merambah ke penulisan prosa liris, cerpen, feature, esai/artikel seni budaya, kritik/ulasan seni rupa, dan novel.

Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, di antaranya Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Jawa Post, Pikiran Rakyat, Bali Post, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Cerpen Indonesia, Majalah Sastra Horison, Majalah Gong, Majalah Visual Arts, Majalah Arti.

Buku kumpulan cerpennya yang telah terbit adalah Cakra Punarbhawa (Gramedia, 2005), Purnama di Atas Pura (Grasindo, 2005), Perempuan yang Mengawini Keris (Jalasutra, 2011). Buku kumpulan puisinya yang telah terbit adalah Pada Lingkar Putingmu (bukupop, 2005), Impian Usai (Kubu Sastra, 2007), Malam Cinta (bukupop, 2007), Pekarangan Tubuhku (Bejana Bandung, Juni 2010).

Minggu, 07 Juli 2013

Ahmad Tohari


Ahmad Tohari
Ahmad Tohari dilahirkan di Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. Pernah bekerja sebagai redaktur majalah Keluarga dan Amanah. Karya-karyanya: Kubah (1980; memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), Jantera Bianglala (1986; meraih hadiah Yayasan Buku Utama 1986), Di Kaki Bukit Cibalak (1986; pemenang salah satu hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1979), Senyum Karyamin (1989), Bekisar Merah (1993), Kiai Sadrun Gugat (1995), Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Nyanyian Malam (2000). Novelis yang karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing ini adalah salah seorang alumnus International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat, dan pada 1985 dianugerahi SEA Write Award.

Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono

Sapardi Djoko Damono dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 20 Maret 1940. Puisi-puisi pengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia sejak 1975 dan pernah aktif sebagai redaktur majalah sastra-budaya Basis, Horison, Kalam, Tenggara (Malaysia) ini adalah: Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983; mendapat Hadiah sastra DKJ 1983), Sihir Hujan (1984; pemenang hadiah pertama Puisi Putera II Malaysia 1983), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-ayat Api (2000). Sedangkan karya-karya sastra dunia yang diterjemahkannya: Lelaki Tua dan Laut (1973; Ernest Hemingway), Sepilihan Sajak George Seferis (1975), Puisi Klasik Cina (1976), Lirik Klasik Parsi (1977), Afrika yang Resah (1988; Okot p’Bitek).

Umar Kayam

Umar Kayam 

dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur, 30 April 1932. Meraih M.A. di Universitas New York (1963), dan Ph.D. dua tahun kemudian dari Universitas Cornell, Amerika Serikat. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada hingga pensiunnya di tahun 1997 ini adalah anggota penyantun/penasehat majalah sastra Horison sebelum mengundurkan pada 1 September 1993. Pada 1987, ia meraih SEA Write Award. Karya-karyanya: Seribu Kunang-kunang di Manhattan (1972), Totok dan Toni (1975), Sri Sumarah dan Bawuk (1975), Seni, Tradisi, Masyarakat (1981), Semangat Indonesia: Suatu Perjalanan Bangsa (1985), Para Priyayi (1992; mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P dan K 1995), Mangan Ora Mangan Kumpul (1990), Sugih Tanpa Banda (1994), Jalan Menikung (1999). Cerpen-cerpen-cerpennya diterjemahkan Harry Aveling dan diterbitkan dalam Sri Sumarah and Other Stories (1976) dan Armageddon (1976).

Danarto

Danarto

Danarto dilahirkan di Sragen, Jawa Tengah, 27 Juni 1940. Karya-karya penerima SEA Write Award 1988 ini adalah: Godlob (1975), Adam Ma`rifat (1982; meraih Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta dan Yayasan Buku Utama pada tahun yang sama), Berhala (1987; memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama Departemen P & K 1987), Orang Jawa Naik Haji (1984), Obrok Owok-owok, Ebrek Ewek-ewek (1976), Bel Geduwel Beh (1976), Gergasi (1993), Gerak-gerak Allah (1996), dan Asmaraloka (1999).

Abdul Hadi WM

Puis-Puisi Abdul Hadi WM

LAGU DALAM HUJAN

Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung

Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca

Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata

Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas

Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api


1970


AMSAL SEEKOR KUCING

Selalu tak dapat kulihat kau dengan jelas
Padahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursi
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati

Biarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkan
bertemu bagai dua mulut yang lagi berciuman
Dan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan

1975


LA CONDITION HUMAINE

Di dalam hutan nenek moyangku
Aku hanya sebatang pohon mangga
-- tidak berbuah tidak berdaun --
Ayahku berkata, “Tanah tempat kau tumbuh
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnya

Dan kadang malam-malam
tanpa sepengetahuan istriku
aku pun mencuri dan makan buah-buahan
dari pohon anakku yang belum masak

1975


LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANAS

Laut tidur. Langit basah
Seakan dalam kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri

Dan kita hampir jauh berjalan:
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dalam kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh

Atau kata-kata yang tak pernah
sebebas tubuh

Ketika terbujur cakrawala itu kembali
dan kita serasa sampai, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh


1974


WINTER, IOWA 1974

langit sisik yang serbuk, matahari yang rabun
menarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupu
menarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurun
menarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku

1974


RAMA-RAMA

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat

1974


DINI HARI MUSIM SEMI

Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup --
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan

Tapi antara gelap dan terang, ada dan tiada
Waktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi
-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin yang mengiba
harus memakan beratus-ratus masa lampauku



BAYANG-BAYANG

Mungkin kau tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh dan menghindar
dari terang lampu

Ia selalu menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu mondar mandir
mencari-cari bentuk dan namanya
yang tak pernah ada

1974


DALAM GELAP

Dalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggu
di sebuah tempat
Mereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakat mengha-
dapi terang yang kurang baik perangainya
Karena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geser
kan dirinya dan ruang untuk menipu terang
Dan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil mencip-
takan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar terang

1974


MAUT DAN WAKTU

Kata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara
merdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanya

Tidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh membujukmu
memberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang

1974



AKU BERIKAN

Aku berikan seutas rambut padamu untuk kenangan
tapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah musim panas
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Mengapa jejak selalu nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Aku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakar
tapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lengan
Ini musim atau akhir musim panas aku tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu

Maka kujadikan hari esokku rumah
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa

1974
Abdul Hadi WM

Abdul Hadi WM dilahirkan di Sumenep, Madura, 24 Juni 1946. Antara 1967-83 pernah menjadi redaktur Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, Budaya Jaya, Berita Buana, dan penerbit Balai Pustaka. Pada 1973-74 mengikuti International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat. Karya-karyanya: Riwayat (1967) Laut Belum Pasang (1971), Cermin (1975), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976; meraih hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1976-77), Tergantung Pada Angin (1977), Anak Laut Anak Angin (1983; mengantarnya menerima penghargaan SEA Write Award 1985). Sejumlah sajaknya diterjemahkan Harry Aveling dan disertakan dalam antologi Arjuna in Meditation (1976). Karya-karya terjemahannya: Faus (Goethe), Rumi: Sufi dan Penyair (1985), Pesan dari Timur (1985; Mohammad Iqbal), Iqbal: Pemikir Sosial Islam dan Sajak-sajaknya (1986; bersama Djohan Effendi), Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan kepada Bangsa-bangsa Timur (1985), Kehancuran dan Kebangunan: Kumpulan Puisi Jepang (1987). Kumpulan esainya, Kembali ke Akar Kembali ke Sumber diluncurkan pada 1999, dua puluh tahun setelah ia menerima Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tuhhan Kita Begitu Dekat adalah buku kumpulan puisinya yang populair.

Abdul Hadi WM

Puis-Puisi Abdul Hadi WM

LAGU DALAM HUJAN

Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung

Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca

Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata

Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas

Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api


1970


AMSAL SEEKOR KUCING

Selalu tak dapat kulihat kau dengan jelas
Padahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursi
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati

Biarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkan
bertemu bagai dua mulut yang lagi berciuman
Dan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan

1975


LA CONDITION HUMAINE

Di dalam hutan nenek moyangku
Aku hanya sebatang pohon mangga
-- tidak berbuah tidak berdaun --
Ayahku berkata, “Tanah tempat kau tumbuh
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnya

Dan kadang malam-malam
tanpa sepengetahuan istriku
aku pun mencuri dan makan buah-buahan
dari pohon anakku yang belum masak

1975


LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANAS

Laut tidur. Langit basah
Seakan dalam kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri

Dan kita hampir jauh berjalan:
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dalam kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh

Atau kata-kata yang tak pernah
sebebas tubuh

Ketika terbujur cakrawala itu kembali
dan kita serasa sampai, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh


1974


WINTER, IOWA 1974

langit sisik yang serbuk, matahari yang rabun
menarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupu
menarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurun
menarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku

1974


RAMA-RAMA

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang

rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat

1974


DINI HARI MUSIM SEMI

Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup --
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan

Tapi antara gelap dan terang, ada dan tiada
Waktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi
-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin yang mengiba
harus memakan beratus-ratus masa lampauku



BAYANG-BAYANG

Mungkin kau tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh dan menghindar
dari terang lampu

Ia selalu menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu mondar mandir
mencari-cari bentuk dan namanya
yang tak pernah ada

1974


DALAM GELAP

Dalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggu
di sebuah tempat
Mereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakat mengha-
dapi terang yang kurang baik perangainya
Karena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geser
kan dirinya dan ruang untuk menipu terang
Dan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil mencip-
takan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar terang

1974


MAUT DAN WAKTU

Kata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara
merdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanya

Tidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh membujukmu
memberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang

1974



AKU BERIKAN

Aku berikan seutas rambut padamu untuk kenangan
tapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah musim panas
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Mengapa jejak selalu nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

Aku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakar
tapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lengan
Ini musim atau akhir musim panas aku tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu

Maka kujadikan hari esokku rumah
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa

1974
Abdul Hadi WM

Abdul Hadi WM dilahirkan di Sumenep, Madura, 24 Juni 1946. Antara 1967-83 pernah menjadi redaktur Gema Mahasiswa, Mahasiswa Indonesia, Budaya Jaya, Berita Buana, dan penerbit Balai Pustaka. Pada 1973-74 mengikuti International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat. Karya-karyanya: Riwayat (1967) Laut Belum Pasang (1971), Cermin (1975), Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975), Meditasi (1976; meraih hadiah Buku Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1976-77), Tergantung Pada Angin (1977), Anak Laut Anak Angin (1983; mengantarnya menerima penghargaan SEA Write Award 1985). Sejumlah sajaknya diterjemahkan Harry Aveling dan disertakan dalam antologi Arjuna in Meditation (1976). Karya-karya terjemahannya: Faus (Goethe), Rumi: Sufi dan Penyair (1985), Pesan dari Timur (1985; Mohammad Iqbal), Iqbal: Pemikir Sosial Islam dan Sajak-sajaknya (1986; bersama Djohan Effendi), Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan kepada Bangsa-bangsa Timur (1985), Kehancuran dan Kebangunan: Kumpulan Puisi Jepang (1987). Kumpulan esainya, Kembali ke Akar Kembali ke Sumber diluncurkan pada 1999, dua puluh tahun setelah ia menerima Anugerah Seni dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Tuhhan Kita Begitu Dekat adalah buku kumpulan puisinya yang populair.

AGUS WARSONO



Dari Tetangga Kita

Tong sampah penuh busa kardus
menutupi satu kulit durian dan hingar
dangdut
taman rumput dengan pot palem lampu
memerahkan melati
anggrek
lalu gemericik
gelak bareng
mengiringi tembang molek
Dari tetangga kita
akan bau jengkol dan riak kurang ajar
tahi merpati di atap
deru stater kijang mengejar asap
telinga panas menyengat hati
Dari warung sebelah
rumor babu ala ibu
gossip tadi malam ronda
mati lampu indra
bodoh benar semua
1984







Rg.(Ronggo) Bagus Warsono lebih dikenal dengan Agus Warsono, SPd.MSi,dikenal sebagai sastrawan dan pelukis Indonesia. Lahir Tegal 29 Agustus 1965.Tinggal di Indramayu.Mengunjungi SDN Sindang II, SMP III Indramayu, SPGN Indramayu, (S1) STIA Jakarta , (S2) STIA Jakata. Tulisannya tersebar di berbagai media regional dan nasional. Redaktur Ayokesekolah.com.Pengalaman penulisan pernah menjadi wartawan Mingguan Pelajar, Gentra Pramuka, Rakyat Post, dan koresponden di beberapa media pendidikan nasional. Anggota PWI Cabang Jawa barat. Menikah dengan Rafiah Ross hinga sekarang, anak-anak Abdurrachman M.



Karya antara lain:
1. Rumahku di Tepi Rel Kereta Api (Kumpulan cerpen anak 1992)
2. Menanti hari Esok (antologi puisi)
3. Mata Air (antologi puisi)
4. Bunyikan Aksara Hatimu (BAH) (antologi puisi)
5. Si Bung (Bung Karn0) (antologi puisi)

 Antologi bersama :
 Puisi Menolak Korupsi (PMK II)

Cergam antara lain :
1. Si Kacung Ikut Gerilya
2. Kopral dali
3. Pertempuran Heroik Di Ciwatu
4. Pertempuran Selawe
5. Si Jagur 
6. Panglima Indrajaya
7. Endang Dharma
8. Laskar Wiradesa


Kuntowijoyo


Kuntowijoyo

Kuntowijoyo dilahirkan di Bantul, Yogyakarta, 18 September 1943. Di tahun 1974 meraih MA dari Universitas Connecticut, dan enam tahun kemudian Ph.D. dari Universitas Columbia, keduanya di Amerika Serikat. Dikenal sebagai sejarawan, novelis, penulis cerpen, esais, dan penyair. Karya-karyanya antara lain: Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (1966), Rumput-rumput Danau Bento (1969), Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma (1972), Barda dan Cartas (1972), Topeng Kayu (1973; mendapat hadiah kedua Sayembara Penulisan Lakon DKJ 1973), Isyarat (1976), Suluk Awang Uwung (1976), Khotbah di Atas Bukit (1976), Dinamika Umat Islam Indonesia (1985), Budaya dan Masyarakat (1987), Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi (1991), Radikalisasi Petani (1993), Dilarang Mencintai Bunga-bunga (1993), Pasar (1995). Kedua cerpennya dijadikan dua judul buku antologi cerpen penting: Laki-laki yang Kawin dengan Peri dan Sampan Asmara (masing-masing cerpen terbaik harian Kompas 1994 dan 1995).

Budi Darma




Budi Darma

Budi Darma dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, 25 April 1937. Meraih M.A. dan Ph.D di Indiana University, Bloomington, Amerika Serikat. Novelis yang pernah menjadi Rektor IKIP Surabaya ini meraih SEA Write Award pada 1984. Karya-karyanya: Orang-orang Bloomington (1980), Solilokui (1983), Olenka (1983; pemenang pertama Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1980 dan Hadiah Sastra DKJ 1983), Sejumlah Esai Sastra (1984), Rafilus (1988), Harmonium (1995), Ny Talis (1996). Sebuah cerpennya, “Derabat”, terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1999 dan dipublikasikan pada buku berjudul sama.

Akhudiat


Akhudiat

Akhudiat dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur, 5 Mei 1946. Peserta International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat, pada 1975. Sejumlah naskah dramanya memenangkan Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Dewan Kesenian Jakarta. Karya-karyanya antara lain: Gerbong-gerbong Tua Pasar Senen (1971), Grafito (1972), Rumah Tak Beratap Rumah Tak Berasap dan Langit Dekat dan Langit Jauh (1974), Jaka Tarub (1974), Bui (1975), Re (1977), Suminten dan Kang Lajim (1982), dan Memo Putih (2000).

Motinggo Busye spesialis novel cinta




Motinggo Busye
Motinggo Busye dilahirkan di Kupangkota, Lampung, 21 November 1937, dan meninggal di Jakarta, 18 Juni 1999. Menulis banyak novel, menyutradarai film, dan melukis. Karya-karyanya antara lain: drama Malam Jahanam (1958; memenangkan hadiah pertama Sayembara Penulisan Drama Departemen P & K 1958), novel Malam Jahanam (1962), Badai Sampai Sore (1962), Tidak Menyerah (1962), Keberanian Manusia (1962), 1949 (1963), Bibi Marsiti (1963), Hari Ini Tidak Ada Cinta (1963), Perempuan Itu Bernama Barabah (1963), Dosa Kita Semua (1963), Tiada Belas Kasihan (1963), Nyonya dan Nyonya (1963), Sejuta Matahari (1963), Matahari dalam Kelam (1963), Nasehat untuk Anakku (1963), Malam Pengantin di Bukit Kera (1963), Cross Mama (1966), Tante Maryati (1967), Sri Ayati (1968), Retno Lestari (1968), Dia Musuh Keluarga (1968), Madu Prahara (1985). Cerita pendeknya, “Dua Tengkorak Kepala”, terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas dan dipublikasikan dalam kumpulan cerita pendek berjudul sama (2000).

Ike Soepomo

Ike Soepomo

Ike Soepomo dilahirkan di Serang, Banten, 28 Agustus 1946. Menulis sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama. Hampir seluruh novelnya telah difilmkan. Selain novel, ia menulis cerita pendek, novelet, artikel, skenario film. Karya-karyanya antara lain: Untaian yang Terberai, Anyelir Merah Jambu, Putihnya Harapan, Permata, Lembah Hijau, Malam Hening Kasih Bening, Mawar Jingga, Kembang Padang Kelabu, Kabut Sutra Ungu. Film yang didasarkan pada karyanya yang paling populer, Kabut Sutra Ungu, meraih beberapa piala “Citra” serta penghargaan Festival Film Asia di Bali. Sedangkan beberapa skenario film yang ditulisnya adalah: Hati Selembut Salju, Mawar Jingga, Hilangnya Sebuah Mahkota.

sosiawan leak



sosiawan leak

Sosiawan Leak (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 September 1967; umur 45 tahun) yang punya nama asli Sosiawan Budi Sulistyo adalah seorang aktor, penyair, penulis, dan pembicara. Menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Solo tahun 1994. Aktif berkesenian sejak 1987 dalam bidang teater dan sastra meski belakangan juga melakukan kerja kreatif di bidang musik dan kolaborasi antarcabang kesenian. Menulis puisi dan naskah drama sejak 1987. Puisinya dipublikasikan di berbagai media massa, di samping diterbitkan oleh berbagai forum dan festival sastra bersama penyair lain. Diundang tampil membaca puisi dan menjadi narasumber di berbagai acara sastra seperti Konggres Sastra Indonesia di Kudus (2008), Temu Sastrawan Indonesia di Jambi (2008), Revitalisasi Budaya Melayu di Tanjung Pinang (2008), Festival Sastra Kepulauan di Makassar (2009]], Aceh International Literary Festival (2009), Ubud Wiriters and Readers Festival di Ubud, Bali (2010), Kedutaan Besar Indonesia di Berlin, Universitas Hamburg (Departemen Austronesistik), Deutsch Indonesische Gesellschaft Hamburg

Rayani Sriwidodo



Rayani Sriwidodo
Rayani Sriwidodo dilahirkan di Kotanopan, Sumatera Utara 6 November 1946. Cerpennya “Balada Satu Kuntum” memperoleh penghargaan Nemis Prize dari Pemerintah Chile (1987). Karya-karya alumna Iowa Writing Program, Iowa University, Amerika Serikat ini antara lain: Pada Sebuah Lorong (1968; bersama Todung Mulya Lubis), Kereta Pun Terus Berlalu, Percakapan Rumput, Percakapan Hawa dan Maria (1989), Balada Satu Kuntum (1994), Sembilan Kerlip Cermin (2000).

HARTOYO ADANGJAYA

HARTOYO ADANGJAYA, BERKISAH LEWAT PUISI "PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA"

Puisi Hartoyo Andangjaya

PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah mereka
ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga
sebelum hari bermula dalam pesta kerja

Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah mereka
di atas roda-roda baja mereka berkendara
mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota

Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah mereka
mereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
mereka : cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA

Apakah yang kupunya, anak-anakku
selain buku-buku dan sedikit ilmu
sumber pengabdian kepadamu

Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahku
aku takut, anak-anakku
kursi-kursi tua yang di sana
dan meja tulis sederhana
dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
semua padamu akan bercerita
tentang hidup di rumah tangga

Ah, tentang ini aku tak pernah bercerita
depan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja
- horison yang selalu biru bagiku -
karena kutahu, anak-anakku
engkau terlalu muda
engkau terlalu bersih dari dosa
untuk mengenal ini semua

RAKYAT

hadiah di hari krida
buat siswa-siswa SMA Negeri
Simpang Empat, Pasaman

Rakyat ialah kita
jutaaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja

Rakyat ialah kita
otak yang menapak sepanjang jemaring angka-angka
yang selalu berkata dua adalah dua
yang bergerak di simpang siur garis niaga
Rakyat ialah otak yang menulis angka-angka

Rakyat ialah kita
beragam suara di langit tanah tercinta
suara bangsi di rumah berjenjang bertangga
suara kecapi di pegunungan jelita
suara bonang mengambang di pendapa
suara kecak di muka pura
suara tifa di hutan kebun pala
Rakyat ialah suara beraneka

Rakyat ialah kita
puisi kaya makna di wajah semesta
di darat
hari yang beringat
gunung batu berwarna coklat
di laut
angin yang menyapu kabut
awan menyimpan topan
Rakyat ialah puisi di wajah semesta

Rakyat ialah kita
darah di tubuh bangsa
debar sepanjang masa

Hartoyo Andangjaya
Hartoyo Andangjaya dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 4 Juli 1930, dan meninggal di kota kelahirannya, 30 Agustus 1991. Karya-karya aslinya: Simphoni Puisi (1954; bersama D.S. Moeljanto), Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, et. al.), Buku Puisi (1973), Dari Sunyi ke Bunyi (1991; kumpulan esai peraih hadiah Yayasan Buku Utama Depdikbud 1993). Karya-karya terjemahannya: Tukang Kebun (1976; Rabindranath Tagore), Kubur Terhormat bagi Pelaut (1977; Slauerhoff), Rahasia Hati (1978; Natsume Soseki), Musyawarah Burung (1983; Farid al-Din Attar), Puisi Arab Modern (1984), Kasidah Cinta (tt.; Jalal al-Din Rumi).

AA NAVIS DALAM ROBOHNYA SURAU KAMI


A.A. Navis
A.A. Navisdilahirkan Padangpanjang, Sumatera Barat, 17 November 1924. “Robohnya Surau Kami” dan sejumlah cerita pendek lain penerima Hadiah Seni dari Departemen P dan K pada 1988 ini, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jepang, Perancis, Jerman, dan Malaysia. Cerpen pemenang hadiah kedua majalah Kisah di tahun 1955 itu diterbitkan pula dalam kumpulan Robohnya Surau Kami (1956). Karyanya yang lain: Bianglala (1963), Hujan Panas (1964; Hujan Panas dan Kabut Musim, 1990), Kemarau (1967), Saraswati, si Gadis dalam Sunyi (1970; novel ini memperoleh penghargaan Sayembara Mengarang UNESCO/IKAPI 1968), Dermaga dengan Empat Sekoci (1975), Di Lintasan Mendung (1983), Alam Terkembang Jadi Guru (1984), Jodoh (1998).

ASRUL SANI LEWAT DJAM MALAM


Asrul Sani
Asrul Sani dilahirkan di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1926. Lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia (1955) ini pernah menjadi redaktur Pujangga Baru, Gema Suasana, Gelanggang, dan Citra Film. Karya-karya aslinya adalah: Tiga Menguak Takdir (1950; bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin), Dari Suatu Masa Dari Suatu Tempat (1972), Mantera (1975), Mahkamah (1988). Selain banyak menulis skenario dan menyutradarai film, ia dikenal sebagai penerjemah andal dan produktif. Karya-karya terjemahannya, antara lain: Laut Membisu (1949; Vercors), Pangeran Muda (1952; Antoine de Saint Exupery), Enam Pelajaran bagi Calon Aktor (1960; Richard Bolslavsky), Rumah Perawan (1977; Kawabata Yasunari), Villa des Roses (Willem Elschot), Puteri Pulau (1977; Maria Dermout), Kuil Kencana (1978; Yukio Mishima), Pintu Tertutup (1979; Jean Paul Sartre), Julius Caesar (1979; William Shakespeare), Sang Anak (1979; Rabindranath Tagore); Catatan dari Bawah Tanah (1979; Dostoyevsky), Keindahan dan Kepiluan (1986; Nikolai Gogol).

Sabtu, 06 Juli 2013

Ediruslan Pe Amanriza



Ediruslan Pe Amanriza

Ediruslan Pe Amanriza dilahirkan di Pekanbaru, Riau, 17 Agustus 1947. Kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung tidak ia selesaikan. Kumpulan puisinya: Surat-suratku kepada GN, Vogabon, Bukit Kawin, Wangkang. Sementara novel-novelnya: Di Bawah Matahari, Taman, Jakarta di Manakah Sri, Nakhoda (mendapat Hadiah Sayembara mengarang Roman DKJ 1977), Panggil Aku Sakai (1987) Ke Langit (1993), Koyan, Jembatan, Dikalahkan Sang Sapurba (2000). Kumpulan cerita pendeknya: Renungkanlah Markasan (1997).

Frans Nadjira



Frans Nadjira

Frans Nadjira dilahirkan di Makassar, 3 September 1942. Sastrawan yang juga pelukis ini pada 1979 mengikuti Iowa International Writing Program, di Iowa City, Amerika Serikat. Puisi dan cerpennya tersebar di berbagai media publikasi, antara lain di Horison, Sinar Harapan, Bali Post, AIA News (Australia), termasuk di beberapa antologi bersama Laut Biru Langit Biru, Puisi Asean, Tonggak, The Spirit That Moves Us (USA), On Foreign Shores, Teh Ginseng, A Bonsai’s Morning, dan Ketika Kata Ketika Warna. Kumpulan puisinya: Jendela dan Springs of Fire Springs of Tears, dan kumpulan cerpennya Bercakap-cakap di Bawah Guguran Daun.

Gerson Poyk


Gerson Poyk

Gerson Poyk dilahirkan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Peserta angkatan pertama dari Indonesia pada International Writing Program di Iowa University Amerika Serikat ini, memenangkan Hadiah Adinegoro pada 1985 dan 1986, dan SEA Write Award pada 1989. Novel dan kumpulan cerita pendeknya, antara lain: Hari-hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Matias Ankari (1975), Oleng-kemoleng & Surat-surat Cinta Rajaguguk (1975), Nostalgia Nusatenggara (1976), Jerat (1978), Cumbuan Sabana (1979), Seutas Benang Cinta (1982), Giring-giring (1982), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requiem untuk Seorang Perempuan (1983), Anak Karang (1985), Doa Perkabungan (1987), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poti Wolo (1988).

Ajip Rosidi

Ajip Rosidi

Ajip Rosidi dilahirkan di Jatiwangi, Jawa Barat, 31 Januari 1938. Karya-karya Profesor Gaidai University of Foreign Studies Jepang ini antara lain: Tahun-tahun Kematian (1955), Pesta (1956; bersama Sobron Aidit dan S.M. Ardan), Di Tengah Keluarga (1956), Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957; meraih Hadiah Sastra Nasional BMKN), Perjalanan Penganten (1958), Surat Cinta Enday Rasidin (1960), Jeram (1970), Jakarta dalam Puisi Indonesia (1972; [ed.]), Laut Biru Langit Biru (1977; [ed.]), Syafruddin Prawiranegara Lebih Takut kepada Allah Swt. (1986; [ed.]), Nama dan Makna (1988), Terkenang Topeng Cirebon (1992), Sastra dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan (1995). Bersama Matsuoka Kunio, ia juga menerjemahkan novel-novel Kawabata Yasunari Penari-penari Jepang (1985; Izu no odoriko) dan Daerah Salju (1987; Yukiguni).

Hamid Jabbar

Hamid Jabbar

Hamid Jabbar dilahirkan di Kotagadang, Sumatera Barat, 27 Juli 1949. Karya-karya penyair yang pernah menjadi wartawan Indonesia Express, Singgalang, dan redaktur Balai Pustaka ini antara lain: Paco-Paco (1974), Dua Warna (1975; bersama Upita Agustine), Wajah Kita (1981), Siapa Mau Jadi Raja, Raja Berak Menangis, Zikrullah. Cerpennya, “Engku Datuk Yth. Di Jakarta” terpilih masuk ke dalam antologi Cerita Pendek Indonesia IV (1986; Satyagraha Hoerip [ed.]). Kumpulan puisinya terakhir: Super Hilang, Segerobak Sajak (1998; memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama).
Hamid Jabbar dilahirkan di Kotagadang, Sumatera Barat, 27 Juli 1949. Karya-karya penyair yang pernah menjadi wartawan Indonesia Express, Singgalang, dan redaktur Balai Pustaka ini antara lain: Paco-Paco (1974), Dua Warna (1975; bersama Upita Agustine), Wajah Kita (1981), Siapa Mau Jadi Raja, Raja Berak Menangis, Zikrullah. Cerpennya, “Engku Datuk Yth. Di Jakarta” terpilih masuk ke dalam antologi Cerita Pendek Indonesia IV (1986; Satyagraha Hoerip [ed.]). Kumpulan puisinya terakhir: Super Hilang, Segerobak Sajak (1998; memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama).

Hamsad Rangkuti


Hamsad Rangkuti

Hamsad Rangkuti dilahirkan di Titikuning, Sumatera Utara, 7 Mei 1943. Sastrawan yang hampir setiap tahun karyanya selalu masuk dalam kumpulan cerita pendek terbaik Kompas ini, hingga sekarang menjabat pemimpin redaksi majalah sastra Horison. Karya-karyanya: Lukisan Perkawinan (1982), Cemara (1982), Lampu Merah (1988; novel yang memenangkan hadiah harapan Sayembara Mengarang Roman DKJ 1980), Kereta Pagi Jam 5 (1994), dan Sampah Bulan Desember (2000).

Sutan Takdir Alisjahbana

Sutan Takdir Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana dilahirkan di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994. Penerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Indonesia dan Universitas Sains Penang (Malaysia) ini pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka. Ia pendiri serta pengelola majalah Pujangga Baru. Karya-karya guru besar dan anggota berbagai organisasi keilmuan di dalam dan luar negeri ini antara lain: Tak Putus Dirundung Malang (1929), Dian yang Tak Kunjung Padam (1932), Tebaran Mega (1935), Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1936), Layar Terkembang (1936), Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940), Puisi Lama (1941), Puisi Baru (1946), The Indonesian Language and Literature (1962), Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (1969), Grotta Azzura (1970-71), The Failure of Modern Linguistics (1976), Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (1977), Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern (1977), Lagu Pemacu Ombak (1978), Kalah dan Menang (1978).

RENDRA

Rendra
Rendra dilahirkan di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935. Sepulang memperdalam pengetahuan drama di American Academy of Dramatical Arts, ia mendirikan Bengkel Teater. Sajak-sajaknya mulai dikenal luas sejak tahun 1950-an. Antara April-Oktober 1978 ditahan Pemerintah Orde Baru karena pembacaan sajak-sajak protes sosialnya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Kumpulan puisinya: Balada Orang Tercinta (1956; meraih Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-56), Empat Kumpulan Sajak (1961), Blues untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1983), Disebabkan oleh Angin (1993), Orang-orang Rangkasbitung (1993), Perjalanan Bu Aminah (1997), Mencari Bapak (1997). Buku-buku puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, yaitu: Indonesian Poet in New York (1971; diterjemahkan Harry Aveling, et.al.), Rendra: Ballads and Blues (1974; Harry Aveling, et.al.), Contemporary Indonesian Poetry (1975; diterjemahkan Harry Aveling). Ia pun menerjemahkan karya-karya drama klasik dunia, yaitu: Oidipus Sang Raja (1976), Oidipus di Kolonus (1976), Antigone (1976), ketiganya karya Sophocles, Informan (1968; Bertolt Brecht), SLA (1970; Arnold Pearl). Pada 1970, Pemerintah RI memberinya Anugerah Seni, dan lima tahun setelah itu, ia memperoleh penghargaan dari Akademi Jakarta.

MERARI SIREGAR


Armijn Pane

Armijn Pane
Armijn Pane dilahirkan di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 18 Agustus 1908, dan meninggal di Jakarta, 16 Februari 1970. Antara 1933-55 pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Balai Pustaka, dan majalah Indonesia. Novelnya, Belenggu (1940), hingga saat ini dipandang sebagai peretas penulisan novel Indonesia modern. Karya-karyanya yang lain: Jiwa Berjiwa (1939), Kort overzicht van de Moderne Indonesische Literatuur (1949), Kisah Antara Manusia (1953), Jinak-jinak Merpati (1953), Gamelan Jiwa (1960), Tiongkok Zaman Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 Sekarang (1953). Ia pun menerjemahkan dan menyadur novel dan drama, yaitu: Membangun Hari Kedua (1956; Ilya Ehtenburg) dan Ratna (1943; Hendrik Ibsen).

Pramudya Ananta Toer

Pramudya Ananta Toer
Pramudya Ananta Toer dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925. Novelis Indonesia paling produktif dan terkemuka yang pernah meredakturi ruang kebudayaan “Lentera” Harian Rakyat (1962-65) dan dosen di Universitas Res Publica Jakarta ini, setelah peristiwa G30S/PKI ditahan di Jakarta dan Pulau Buru sebelum akhirnya dibebaskan pada 1979. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain: Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, Jepang. Novel-novelnya yang telah diterbitkan: Kranji-Bekasi Jatuh (1947), Perburuan (1950; pemenang Hadiah Pertama Sayembara Balai Pustaka 1949), Keluarga Gerilya (1950), Mereka yang Dilumpuhkan (1951), Bukan Pasar Malam (1951), Di Tepi Kali Bekasi (1951), Gulat di Jakarta (1953), Maidah, Si Manis Bergigi Emas (1954), Korupsi (1954), Suatu Peristiwa di Banten Selatan (1958; menerima Hadiah Sastra Yayasan Yamin 1964, dan ditolak pengarangnya), Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Gadis Pantai (1985), Rumah Kaca (1987), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999). Cerita-cerita pendeknya dikumpulkan dalam: Subuh (1950), Percikan Revolusi (1950), Cerita dari Blora (1952; memperoleh Hadiah Sastra Nasional BMKN 1952), Cerita dari Jakarta (1957; meraih Hadiah Sastra Nasional BMKN 1957-58, dan ditolak oleh penulisnya). Sedangkan karya-karya terjemahannya antara lain: Tikus dan Manusia (1950; John Steinbeck), Kembali kepada Cinta Kasihmu (1950; Leo Tolstoy), Perjalanan Ziarah yang Aneh (1956; Leo Tolstoy), Kisah Seorang Prajurit Soviet (1956; Mikhail Solokhov), Ibu (1956; Maxim Gorky), Asmara dari Rusia (1959; Alexander Kuprin), Manusia Sejati (1959; Boris Pasternak). Selain itu, ia juga menulis memoar, esai, dan biografi.